cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota medan,
Sumatera utara
INDONESIA
Al-MARSHAD: Jurnal Astronomi Islam dan Ilmu-Ilmu Berkaitan
ISSN : 24425729     EISSN : 25982559     DOI : -
Core Subject : Science, Education,
Al-Marshad: Jurnal Astronomi Islam dan Ilmu-Ilmu Berkaitan, published by the Observatorium Ilmu Falak, University of Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Medan, Indonesia, which includes articles on the scientific research field of Islamic astronomy observatory and others. Al-Marshad: Jurnal Astronomi Islam dan Ilmu-Ilmu Berkaitan accepts manuscripts in the field of research includes scientific fields relevant to: Islamic astronomy observatory and others. Al-Marshad: Jurnal Astronomi Islam dan Ilmu-Ilmu Berkaitan published Twice a year in June and December.
Arjuna Subject : -
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol 2, No 1 (2016)" : 7 Documents clear
Arah Kiblat di Planet Mars M. Ikhtirozun Ni’am
Al-Marshad: Jurnal Astronomi Islam dan Ilmu-Ilmu Berkaitan Vol 2, No 1 (2016)
Publisher : University of Muhammadiyah Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (331.982 KB) | DOI: 10.30596/jam.v2i1.762

Abstract

Dalam beberapa dekade akhir ini, upaya untuk mencari adanya kehidupan di luar Bumi gencar dilakukan. Planet Mars dalam hal ini menjadi sasaran utama untuk dideteksi adanya kemungkinan kehidupan di dalamnya. Karena planet Mars dianggap sebagai planet yang mirip dengan Bumi di bandingkan dengan planet-planet lain di tata surya. Mulai dari tahun 1962, ilmuwan mengirimkan pesawat ruang angkasa Mars-1 untuk mendeteksi adanya kehidupan di planet Mars.Misi tersebut dilanjutkan dengan mengirimkan pesawat ruang angkasa Mars-2 pada tahun 1971 dan Mars-3 pada tahun 1972. Pada tahun 1965, dilanjutkan dengan penyelidikan Mariner 4. Dari Mariner 4 ini diperoleh foto-foto permukaan planet Mars untuk pertama kalinya. Misi lainnya yaitu dengan mengirimkan viking orbiters, viking experiment,  phoenix lander pada tahun 2008 dan Misi Mars Science Laboratory dengan mengirimkan penjelajah Coriousity pada tanggal 26 November 2011. Ke depan, misi ini akan dilanjutkan dengan mengirimkan pesawat ruang angkasa Exo Mars, Penjelajah Mars 2020 (Mars Rover 2020) dan misi Mars One. Misi Mars One ini bertujuan untuk menciptakan koloni manusia di planet Mars. Jadi, manusia yang dikirimkan ke planet ini tidak akan dikembalikan lagi ke Bumi, melainkan akan menetap di planet Mars. Misi ini akan dimulai pada tahun 2023 dengan mengirimkan 4 peserta yang lolos seleksi dan dilanjutkan 2 peserta lainnya setiap 2 tahun sekali.  Sampai pada bulan Februari 2014, tercatat lebih dari 200.000 manusia yang sudah mendaftarkan diri untuk mengikuti perjalanan satu arah menuju Mars ini. Dan uniknya 500 diantaranya adalah orang Arab Saudi yang notabene beragama Islam. Sehingga muncul persoalan terkait pelaksanaan peribadatan yang pada biasanya terkait dengan fenomena yang ada di Bumi, seperti harusnya menghadap Ka’bah sebagai kiblat ketika ingin menjalankan shalat. Persoalannya  kemudian, masihkah diwajibkan shalat di planet Mars? Lalu kemanakah arah kiblat bagi orang yang berada di planet Mars? Bagaimana cara mencari arah kiblatnya?Dalam penelitian ini, akan diungkapkan nantinya sejauh mana ruang lingkup keberlakuan syari’ah sehingga menjadi jelas dimana saja kewajiban tersebut masih wajib dilaksanakan. Selanjutnya juga akan diungkapkan kemanakah arah kiblatnya dan bagaimana cara menentukan arah kiblatnya.Dari kajian tersebut, ditemukan bahwa : (1) Syari’at masih tetap berlaku meskipun berada di planet Mars, sehingga orang yang berada di planet Mars masih dikenai kewajiban untuk melakukan shalat. (2) Arah kiblat bagi orang yang berada di planet Mars adalah Bumi atau proyeksi garis koordinat Bumi. (3) Untuk mengetahui arah atau azimuth bumi dari planet Mars, terlebih dahulu harus ditentukan waktu pengukuran dan koordinat geografis tempat di Mars yang akan diukur arah kiblatnya. Selanjutnya harus diperhitungkan nilai koordinat ekliptika planet Mars, Bumi, nilai koordinat Areosentrik Bumi, termasuk juga Nilai Jarak Bumi ke Mars, Nilai Asensiorekta Bumi dari Mars, Nilai Deklinasi Bumi dari Mars, nilai sudut elongasi bumi –Matahari, nilai Fraksi Iluminasi Bumi, Nilai Semidiameter Bumi dari Mars, nilai Lebar Piringan Bumi dari Mars, Nilai Equation of time, Nilai Azimuth dan Altitude Bumi, Nilai dan Azimuth Matahari. Dari situ akan ditemukan dimana posisi Bumi dilihat dari Mars. Kata Kunci : Arah kiblat, Mars, Bumi, Perhitungan
Sistem Hisab Awal Bulan Kamariah Dr. Ing. Khafid dalam Program Mawaiqt Eni Nuraeni Maryam
Al-Marshad: Jurnal Astronomi Islam dan Ilmu-Ilmu Berkaitan Vol 2, No 1 (2016)
Publisher : University of Muhammadiyah Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (80.698 KB) | DOI: 10.30596/jam.v2i1.763

Abstract

Perbedaan hari raya yang kerap terjadi di Indonesia membawa hikmah tersendiri bagi perkembangan ilmu falak. Di samping karena adanya perbedaan sikap terhadap laporan hasil rukyat pada saat itu, disebabkan pula oleh adanya perbedaan hasil hisab yang berkembang di Indonesia. Oleh sebab itulah orang-orang yang berkecimpung dalam dunia astronomi mulai menaruh perhatiannya terhadap perhitungan-perhitungan ilmu falak, khususnya perhitungan awal bulan Qamariah. Dalam kesempatan ini muncul program-program software yang menyiapkan data sekaligus melakukan perhitungan, sehingga program ini dirasa lebih praktis dan lebih udah bagi pemakainya. Program-program itu diantaranya “Falakiyah Najmi´oleh Nuril Fuad pada tahun 1995, program “Badiatul Misal´tahun 2000 dan program “Ahillah´tahun 2004 oleh Muhyiddin Khazin, program “Mawâqit Versi 2001” oleh Khafid pada tahun 2001. Mayoritas program diciptakan oleh para ahli astronomi maupun falak. Akan tetapi program “Mawâqit” diciptakan oleh Dr. Ing. Khafid dengan background keilmuannya yang merupakan seorang ahli geodesi. Lalu bagaimana implementasi pemikiran Dr. Ing. Khafid mengenai penentuan awal bulan Qamariah yang dituangkan dalam sebuah program yang bernama “Mawâqit”.Kata Kunci : Awal Bulan kamariah, Mawâqit, Dr. Ing. Khafid 
Studi Analisis Metode Hisab Awal Waktu Salat Ahmad Ghozali dalam “Irsyad al-Murid” Nashifatul Wadzifah
Al-Marshad: Jurnal Astronomi Islam dan Ilmu-Ilmu Berkaitan Vol 2, No 1 (2016)
Publisher : University of Muhammadiyah Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (202.854 KB) | DOI: 10.30596/jam.v2i1.765

Abstract

Salat merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh umat Islam pada waktu yang telah ditentukan. Al-Qur’an tidak menyebutkan secara rinci tentang kapan waktu unuk melaksanakan salat fardlu. Hadis Rasulullah yang merupakan tabyin bagi ayat-ayat al-Qur’an, telah menjelaskan waktu salat yaitu dengan melihat tanda-tanda yang ditunjukkan oleh alam. Untuk melihat (rukyah) tanda-tanda tersebut tidak semudah yang dipaparkan oleh teori sehingga dengan berkembangnya khazanah keilmuan seperti ilmu falak sangat dibutuhkan untuk membantu dan memudahkan umat Islam untuk mengetahui masuknya awal waktu salat yang sesuai perintah al-Qur’an dan Hadis tersebut dengan menggunakan hisab.Kitab Irsyâd al-Murîd ilâ Ma'rifati 'Ilmi al-Falak 'alâ al-Rashdi al-Jadîd (Panduan bagi Murid tentang Ilmu Falak dalam Tinjauan Baru) yang selanjutnya penulis sebut Irsyâd al-Murîd, karangan Ahmad Ghozali ini merupakan kitab yang dikategorikan ke dalam hisab kontemporer. Pada kitab ini juga memuat hisab awal waktu salat, namun dalam kitab ini metode hisab awal waktu salatnya menggunakan konsep yang berbeda. Perbedaan tersebut terletak pada data Matahari yang digunakan dan koreksi terbit terbenam yang lebih kompleks. Adanya perbedaan tersebut apakah hasil hisab dalam kitab tersebut akurat jika dibandingkan dengan sistem Ephemeris yang digunakan pada era sekarang ini dan layak dijadikan panduan untuk beribadah?Kata Kunci: Waktu Salat, Irsyâd al-Murîd, Akurat.
Menggagas Terbentuknya Islamic Calendar Research Network (ICRN) Tono Saksono
Al-Marshad: Jurnal Astronomi Islam dan Ilmu-Ilmu Berkaitan Vol 2, No 1 (2016)
Publisher : University of Muhammadiyah Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (168.548 KB) | DOI: 10.30596/jam.v2i1.767

Abstract

Persoalan Kalender Islam masih merupakan persoalan besar umat Islam hari ini. Persoalan Kalender Islam sendiri menyimpan persoalan syariah yang sangat serius. Penelitian tentang Kalender Islam belum banyak dilakukan, oleh karena itu ia perlu digalakkan dan harus betul-betul efisien dan efektif. Keberadaan dan kehadiran Islamic Calendar Research Network (ICRN) sendiri menjadi sangat penting sebagai pengendali efektifitas investasi dan arah penelitian (dalam tingkat S1 sampai dengan S3). ICRN dapat juga berperan sebagai semacam clearing house dengan tugas-tugas strategis untuk memberikan informasi atas arah, kepentingan, dan masa depan penelitian yang terkait dengan Kalender Islam. Ini merupakan kelompok  think tank tempat berkumpulnya para pakar Kalender Islam.Semua bank syariah di dunia tampaknya telah berpraktek ekonomi syariah yang semu (pseudo)Kata Kunci: Kalender Islam, ICRN, peradaban
Studi Analisa Penentuan Arah Kiblat Masjid Raya Al-Mashun Medan M. Arbisora Angkat
Al-Marshad: Jurnal Astronomi Islam dan Ilmu-Ilmu Berkaitan Vol 2, No 1 (2016)
Publisher : University of Muhammadiyah Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (202.341 KB) | DOI: 10.30596/jam.v2i1.764

Abstract

Masjid Raya Al-Mashun Medan merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Sultan Deli yang dibangun pada tanggal 21 Agustus 1906 dan selesai dibangun pada 10 September 1909, sehingga Masjid Raya Al-Mashun Medan sekarang sudah berumur 1 abad lebih. Masjid Raya Al-Mashun Medan didirikan pada masa Sultan Makmun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah IX. Sementara itu berdasarkan hasil pengukuran Badan Hisab Rukyat (BHR) Sumut, ternyata posisi arah kiblat Masjid-masjid yang ada di Medan masih meragukan. Pengurus BHR (Badan Hisab Rukyat) Provinsi Sumatera Utara, H. Arso mengungkapkan, dari 1.750 jumlah Masjid dan mushalla di Medan, baru sekitar 50 Masjid saja yang memiliki data keabsahan, penentuan posisi arah kiblat dan memiliki sertifikasi arah kiblat, dan Masjid Raya Al-Mashun Medan bukan merupakan salah satu dari 50 Masjid yang memiliki sertifikasi arah kiblat.Pada Mudzakarah Ilmiah MUI (Majelis Ulama Indonesia) Medan tentang penentuan posisi arah kiblat Masjid-masjid di kota Medan, H. Arso menyebutkan bahwa bangunan Masjid yang menggunakan cara tradisional dalam menentukan arah kiblatnya rata-rata bangunan Masjid lama. Siapa yang mengukur, sistem dan peralatan teknis yang digunakan juga tak jelas. Begitu juga tidak jelasnya data data koordinat letak geografis yang dipakai sebagai data perhitungan arah kiblat tersebut. Tidak jarang ada Masjid begitu diukur ulang oleh tim BHR (Badan Hisab Rukyat) arah kiblatnya tidak mengarah ke Ka’bah atau Masjidil Haram, tapi ke Afrika Selatan.            Kata Kunci : Masjid Raya Al-Mashun Medan, Penentuan, Arah Kiblat.
Hisab Awal Waktu Salat dalam Kitab “al-Khulashah fi al-Awqat al-Syar’iyyah bi al-Lugharitmiyyah” Karya Muhammad Khumaidi Jazry Rizal Mubit
Al-Marshad: Jurnal Astronomi Islam dan Ilmu-Ilmu Berkaitan Vol 2, No 1 (2016)
Publisher : University of Muhammadiyah Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (172.914 KB) | DOI: 10.30596/jam.v2i1.766

Abstract

Tata cara penentuan waktu salat tidak dijelaskan secara terperinci dalam al-Qur’an, namun waktu pelaksanaan salat tersebut tidak dapat dilakukan di sembarang waktu. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat an-Nisa’: 103.فَأَقِيمُوا الصَّلاةَ إِنَّ الصَّلاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَاباً مَوْقُوتاً (النساء:۱۰۳) Artinya: “Maka laksanakanlah salat, sesungguhnya salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”[1] (QS. An-Nisa’: 103). Ayat tersebut menjelaskan adanya anjuran untuk melaksanakan salat sesuai dengan waktunya. Hal ini berarti tidak dibolehkan untuk menunda dalam menjalankan salat sebab waktu-waktunya telah ditentukan. Salat mempunyai waktu dalam arti ada masa dimana seseorang harus menyelesaikannya. Apabila masa itu berlalu, maka pada dasarnya berlalu juga waktu salat tersebut. Sebagian ayat tersebut juga menunjukkan dalam arti kewajiban yang bersinambung dan tidak berubah, sehingga dalam kalimat (ﻜﺗﺎﺑﺎﻣﻭﻘﻭﺘﺎ ) berarti salat adalah kewajiban yang tidak berubah, selalu harus dilaksanakan dan tidak pernah gugur apapun sebabnya. [2]Kalimat ﻜﺗﺎﺑﺎﻣﻭﻘﻭﺘﺎ menunjukkan adanya keharusan untuk melaksanakan salat pada waktunya. Menurut Syafi’i, kalimat tersebut berarti adanya suatu kewajiban yang tidak bisa ditunda pelaksanaannya ketika waktu salat sudah datang.[3] Penutup ayat tersebut, menjelaskan bahwa tidak ada alasan bagi siapapun untuk meninggalkan salat, karena salat merupakan suatu kewajiban yang sudah mempunyai waktu-waktu tertentu.[4]Ada beberapa anggapan yang menyatakan bahwa cara menentukan waktu salat adalah dengan menggunakan cara melihat langsung pada tanda-tanda alam. Cara tersebut dapat dilakukan dengan seperti menggunakan alat bantu tongkat istiwa’[5]. Sedangkan sebagian yang lain mempunyai pemahaman secara kontekstual, dimana awal dan akhir waktu salat ditentukan oleh posisi matahari dilihat dari suatu tempat di bumi, sehingga metode atau cara yang dipakai adalah hisab (menghitung waktu salat).[6]Hisab yang dimaksud dalam uraian tersebut adalah perhitungan gerakan benda-benda langit untuk mengetahui kedudukan-kedudukannya pada suatu saat yang diinginkan, maka apabila hisab dikhususkan penggunaannya –misalnya- pada hisab waktu, maka yang dimaksudkan adalah menentukan kedudukan matahari sehingga dapat diketahui kedudukan matahari tersebut pada bola langit di saat-saat tertentu. Hakikat hisab waktu salat berarti menghitung kapan matahari akan menempati posisi-posisinya pada waktu-waktu salat.[7]Tidak hanya berhenti pada dikotomi penentuan dengan tongkat istiwa’ dan metode hisab saja. Dalam metode hisab sendiri terdapat rumus yang berbeda dengan penggunaan alat bantu yang berbeda pula.Alat bantu perhitungan yang biasa digunakan selama ini seperti rubu’ mujayyab, daftar logaritma dan kalkulator scientific. Dari semua alat tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.Dalam skripsi ini penulis akan membahas tentang perhitungan waktu salat menggunakan alat bantu tabel logaritma yang terdapat dalam kitab Al-Khulashah fi al-Awqat al-Syar’iyyah bi al-Lugharitmiyyah. Kitab ini sampai sekarang menjadi pedoman pengarangnya, Muhammad Khumaidi Jazry saat mengajar ilmu falak di pondok pesantren Langitan Tuban Jawa Timur dan pondok pesantren Mambaus Sholihin Gresik Jawa Timur.Proses perhitungan waktu salat dengan alat bantu tabel logaritma bisa dikatakan masih tergolong manual. Akan tetapi dengan demikian orang yang mempelajari ilmu falak dengan alat bantu tersebut tidak terjebak dalam perhitungan instan. Hal inilah yang mendasari pengarangnya untuk tetap mempertahankan penggunaan alat bantu tabel logaritma.Namun dalam masalah akurasi hasil perhitungan belum diketahui apakah sudah akurat atau belum. Apalagi dalam kitab tersebut mensyaratkan untuk memakai tabel logartima lima desimal. Sementara dengan menggunakan alat bantu kalkulator scientific, pecahan desimalnya melebihi lima angka. Atas dasar inilah kajian waktu salat dalam kitab Al-Khulashah fi al-Awqat al-Syar’iyyah bi al-Lugharitmiyyah perlu untuk diteliti.[1] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surabaya : CV. Pustaka Agung Harapan, 2006, hlm. 125.[2] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Vol. 8, Jakarta : Lentera Hati, Cet 1, 2002, hlm. 570. [3] Nizham al-Din al-Hasan bin Muhammad bin Husain al-Kummy al-Naesabury, Tafsir Gharaib al-Qur’an wa Raghaib al-Fur’qan, Beirut - Libanon : Dar al-Kutub al-Alamiah, jild II, hlm. 490. [4] Imam Fakhruddin Muhammad bin Umar bin Husain bin Hasan bin Ali Tamimy al-Bakri al-Razy al-Syafi’i, Tafsir al-Kabir au Mafatih al-Ghoib, Beirut – Libanon : Dar al-Kutub al-Alamiah, jild VI, hlm. 23.[5]Istiwa’ (tongkat istiwa’) merupakan tongkat yang biasa ditancapkan tegak lurus pada bidang datar di tempat terbuka (sinar matahari tidak terhalang). Kegunaannya untuk menentukan arah secara tepat dengan menghubungkan dua titik (jarak kedua titik ke tongkat harus sama) ujung bayangan tongkat saat matahari disebelah timur dengan ujung bayangan setelah matahari bergerak ke barat. Kegunaan lainnya adalah untuk mengetahui secara persis waktu Zuhur, tinggi matahari, dan –setelah menghitung arah barat- menentukan arah kiblat. Adapun yang disebut dengan istiwa’ (waktu istiwa’) adalah waktu yang didasarkan pada perjalanan matahari hakiki. Menurut waktu hakiki, matahari berkulminasi pada pukul 12.00 dan berlaku sama untuk setiap hari dan untuk dijadikan waktu rata-rata, dikoreksi dengan perata waktu atau equation of time. Uraian selengkapnya baca Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyah, yogyakarta ; Pustaka Pelajar, cet II, 2008, hlm. 105.[6] Ahmad Izzuddin, op.cit, hlm. 52.[7] Badan Hisab Dan Rukyah Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, Jakarta: Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, 1981, hlm. 60.
Menentukan Arah Kiblat Dengan Hembusan Angin (Perspektif Fiqh dan Sains) Nur Hidayatullah el-Banjary
Al-Marshad: Jurnal Astronomi Islam dan Ilmu-Ilmu Berkaitan Vol 2, No 1 (2016)
Publisher : University of Muhammadiyah Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (174.843 KB) | DOI: 10.30596/jam.v2i1.761

Abstract

Mengetahui arah kiblat dengan tepat dan akurat adalah hal penting bagi umat Islam, terlebih dalam konteks salat, karena menghadap kiblat (Kakbah) merupakan salah satu syarat sah salat. Di antara metode-metode penentuan arah kiblat dalam kitab-kitab fikih klasik adalah metode hembusan angin, kendati merupakan cara yang paling tidak akurat. Sejauh pengetahuan penulis, orang pertama menggunakan metode ini adalah Ibn Abbas, sahabat Rasulullah Saw. Hal ini sebagaimana yang dituliskan oleh al-Biruni tentang hubungan antara Kakbah dan angin. Ia juga berkata bahwa Ibn Abbas dan Hasan al-Bashri telah mengetahui metode ini,[1] sebagaimana dikutip oleh David A. King dari kitab “at-Tafhim” dan “Tahdid Nihayat al-Amakin li Tashih Masafat al-Masakin” karya al-Biruni.[2]Metode ini tidak diketahui banyak orang, bahkan oleh kalangan ulama falak dan astronom sekalipun. Maka sudah tentu menjadi kajian penting dan menarik untuk pengembangan hisab rukyah di Indonesia. Tujuan penelitain ini adalah, 1) bagaimana cara menentukan arah kiblat dengan hembusan angin; 2) bagaimana tingkat akurasi metode ini dan relevansinya pada saat sekarang? Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yang bertumpu pada kajian pustaka (Library Research) dengan pendekatan sejarah dan filsafat, serta wawancara dengan pihak BMKG Jateng untuk menjembatani sains meteorologi Islam klasik dan sains meteorologi modern.Hasil penelitian menyebutkan bahwa metode penentuan arah kiblat dengan angin dari perspektif fikih ditempuh dengan tahapan-tahapan berikut: 1) mengetahui koordinat tempat dan posisinya dari Kakbah; 2 dan 3) mengetahui suhu udara dan temperatur udara pada saat pengukuran kiblat; 4) jika diketahui data-data tersebut, maka mengarahkan kiblat ke arah Kakbah, berpedoman pada arah angin yang berhembus. Sementara perspektif sains-nya sama saja, namun perlu dibuat alat penentuan kiblat dengan angin (Wind Qibla Finder) disertai koreksi azimut.Metode ini sangat tidak akurat, ketidak-akuratan-nya mencapai 45 derajat, bahkan lebih. Maka tidak bisa digunakan sebagai pedoman penentuan arah kiblat, kecuali dalam keadaan darurat.    Kata Kunci: Arah Kiblat, Hembusan Angin, Sains[1] David A. King, Astronomy in The Service of Islam, Britain: Variorum, 1993,  X 3; XIII 311 n. 6; XIV 83.[2] David A. King, Astronomy in The Service of Islam, Britain: Variorum, 1993,  X 7, XIII 311.

Page 1 of 1 | Total Record : 7